Pasar modal syariah dikembangkan secara makret driven (bottom up). Seperti misalnya, Reksa dana Syariah sudah ada sejak 1997 tetapi aturannya baru ada pada tahun 2007. Sukuk pertama sudah ada sejak tahun 2002 sedangkan aturannya baru ada pada tahun 2007. Pasar Modal Syariah di Indonesia dimulai dengan diterbitkannya Reksa Dana Syariah oleh PT. Danareksa Investment Management pada 3 Juli 1997. Selanjutnya, Bursa Efek Indonesia yang pada saat itu masih bernama Bursa Efek Jakarta, berkerjasama dengan PT. Danareksa Investment Management meluncurkan Jakarta Islamic Index pada tanggal 3 Juli 2000 yang bertujuan untuk memandu investor yang ingin menginvestasikan dananya secara syariah.
Dengan hadirnya indeks tersebut, maka para pemodal telah disediakan saham-saham yang dapat dijadikan sarana berinvestasi sesuai dengan prinsip syariah.
Pada tanggal 18 April 2001, untuk pertama kali Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) mengeluarkan fatwa yang berkaitan langsung dengan pasar modal, yaitu Fatwa Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah.
Selanjutnya, instrumen investasi syariah di pasar modal terus bertambah dengan kehadiran Obligasi Syariah PT. Indosat Tbk pada awal September 2002. Instrumen ini merupakan Obligasi Syariah pertama dan akad yang digunakan adalah akad mudharabah.
Sejarah Pasar Modal Syariah juga dapat ditelusuri dari perkembangan institusional yang terlibat dalam pengaturan Pasar Modal Syariah tersebut. Perkembangan tersebut dimulai dari MoU antara Bapepam dan DSN-MUI pada tanggal 14 Maret 2003. MoU menunjukkan adanya kesepahaman antara Bapepam dan DSN-MUI untuk mengembangkan pasar modal berbasis syariah di Indonesia.
Dari sisi kelembagaan Bapepam-LK, perkembangan Pasar Modal Syariah ditandai dengan pembentukan Tim Pengembangan Pasar Modal Syariah pada tahun 2003. Selanjutnya, pada tahun 2004 pengembangan Pasar Modal Syariah masuk dalam struktur organisasi Bapepam dan LK, dan dilaksanakan oleh unit setingkat eselon IV yang secara khusus mempunyai tugas dan fungsi mengembangkan pasar modal syariah. Sejalan dengan perkembangan industri yang ada, pada tahun 2006 unit eselon IV yang ada sebelumnya ditingkatkan menjadi unit setingkat eselon III.
Pada tanggal 23 Nopember 2006, Bapepam-LK menerbitkan paket Peraturan Bapepam dan LK terkait Pasar Modal Syariah. Paket peraturan tersebut yaitu Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A13 tentang Penerbitan Efek Syariah dan Nomor IX.A.14 tentang Akad-akad yang digunakan dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal.
Selanjutnya, pada tanggal 31 Agustus 2007 Bapepam-LK menerbitkan Peraturan Bapepam dan LK Nomor II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah dan diikuti dengan peluncuran Daftar Efek Syariah pertama kali oleh Bapepam dan LK pada tanggal 12 September 2007.
Perkembangan Pasar Modal Syariah mencapai tonggak sejarah baru dengan disahkannya UU Nomor 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) pada tanggal 7 Mei 2008. Undang-undang ini diperlukan sebagai landasan hukum untuk penerbitan surat berharga syariah negara atau sukuk negara. Pada tanggal 26 Agustus 2008 untuk pertama kalinya Pemerintah Indonesia menerbitkan SBSN seri IFR0001 dan IFR0002.
Pada tanggal 30 Juni 2009, Bapepam-LK telah melakukan penyempurnaan terhadap Peraturan Bapepam-LK Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah dan II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah. (Sumber: http://syariah.ojk.go.id/sejarah_pasar_modal_syariah.html)
DES adalah panduan bagi pelaku pasar dalam memilih saham yang memenuhi prinsip syariah. Pada tahun 2008, pemerintah menerbitkan Undang-undang No. 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara.
Kemudian dilanjutkan dengan terbitnya Fatwa Nomor 80 tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek pada 8 Maret 2011. Fatwa itu merupakan penegasan halalnya berinvestasi di pasar saham.Setelah fatwa tersebut terbit BEI meluncurkan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) pada 12 Mei 2011.
Indeks Saham Syariah Indonesia berfungsi untuk menghitung pergerakan saham yang ada dalam Daftar Efek Syariah (DES) yang berisi ratusan saham berkategori syariah. diluncurkannya Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) sebagai indeks komposit saham syariah, yang terdiri dari seluruh saham syariah yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), pada tahun 2011.
Pada tahun yang sama, diluncurkannya Syariah Online Trading System (SOTS) yang pertama oleh perusahaan efek Indopremier sekuritas.
Pada akhir 2011, sebagai upaya reformasi sektor keuangan, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat mendirikan Otritas Jasa Keuangan (OJK). Pada 22 November 2012, UU No 21 tentang OJK disahkan. Lembaga yang disebut independen ini berfungsi mulai 31 Desember 2012 menggantikan fungsi, tugas dan wewenang pengaturan yang selama ini dilakukan oleh Kementerian Keuangan melalui Badan Pengawas Pasar Modal serta Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).
Adanya OJK menjadi tonggak perkembangan pasar modal syariah. Hal ini dikarenakan bahwa OJK memiliki direktorat yang mengurus langsung dan berfokus pada pasar modal syariah. Sejak beroperasinya OJK, sudah banyak Peraturan OJK (POJK) yang diterbitkan dan menjadi landasan hukum produk-produk serta pelaksanaan pasar modal syariah di Indonesia.
Pada tahun 2017, OJK memberikan izin kepada Manajer Investasi berbasis syariah pertama di Indonesia, yaitu Paytern Asset Management. Hal ini menjadi milestones pasar modal syariah di Indonesia.
Pasar Modal Syariah di Indonesia mencatatkan perkembangan yang baik di tahun 2018 yang lalu. Total dana kelolaan reksa dana syariah, atau lebih dikenal dengan terminologi Nilai Aktiva Bersih (NAB), tercatat sebesar Rp 34,5 triliun. Angka ini naik sebesar 21.8% jika dibandingkan dengan tahun 2017.
Sementara itu, jumlah reksa dana syariah yang telah beredar di publik, tercatat sebanyak 224 reksa dana. Angka ini meningkat 23.1% jika dibandingkan dengan tahun 2017.
Perlu diketahui bahwa untuk mewujudkan pasar modal syariah yang bertumbuh, stabil, berkelanjutan dan akuntabel, Direktorat Pasar Modal Syariah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), telah menyusun rencana pengembangan pasar modal syariah, yang disusun di dalam Roadmap Pasar Modal Syariah untuk 5 tahun. Roadmap tersebut akan berakhir tahun ini, karena disusun untuk periode tahun 2015 sampai dengan tahun 2019.
Ada lima arah pengembangan yang dijabarkan di dalam roadmap tersebut. Pertama, penguatan pengaturan produk, Lembaga dan profesi terkait pasar modal syariah. Kedua, peningkatan supply-demand produk pasar modal syariah. Ketiga, pengembangan sumber daya manusia dan teknologi informasi pasar modal syariah. Keempat, promosi dan edukasi pasar modal syariah. Kelima, koordinasi dengan pemerintah, regulator terkait dalam rangka menciptakan sinergi kebijakan pengembangan pasar modal syariah.
Mencermati perkembangan indusrti pasar modal syariah saat ini, akan sangat penting jika roadmap selanjutnya mengarah pada kebijakan pengembangan yang lebih strategis dan berorientasi pada ekspansi investor pasar modal syariah. Hal ini berkaitan dengan besarnya potensi pasar modal syariah di Indonesia.
Kepala Divisi Pasar Modal Syariah Bursa Efek Indonesia, Iwan Abdalloh menyebut bahwa potensi pasar modal syariah Indonesia merupakan yang terbesar di dunia. Menurut data World Bank, total penduduk Indonesia berjumlah 264 juta. Angka ini lebih besar dari jumlah penduduk di 8 negara yang memiliki aset keuangan syariah terbesar di dunia.
Dari 264 juta, 87 persen penduduknya merupakan muslim dan 64 persennya merupakan kelompok produktif. Hal ini lah yang membuat potensi pasar modal syariah di Indonesia begitu besar. Menurutnya, ini dapat dibuktikan dari aset keuangan syariah Indonesia di pasar global berada di peringkat ke-7 mencapai USD 81 miliar pada 2017, mengalahkan Turki yang hanya USD 49,5 miliar. (Sumber: https://www.merdeka.com/uang/bei-potensi-pasar-modal-syariah-indonesia-terbesar-di-dunia.html)
Artikel ini sudah diterbitkan di
https://akucintakeuangansyariah.com/sejarah-dan-perkembangan-pasar-modal-syariah-di-indonesia/